Nulis Tanpa Batas

Nulis Tanpa Batas

About Us

Kamis, 30 Januari 2014



 "Bagaimana jika kita tidak bisa terus bersama?"
"Tak perlu membicarakan hal yang tak ada."
"Iya. Tapi seandainya?"
"Jangan terlalu banyak berandai, bee. Tak baik untuk kewarasanmu."
"Aku serius, Vi."
"Aku pun."
"Jika hal itu benar terjadi, apa yang akan kau lakukan?"
"Entahlah. Berhentilah berjika-jika. Aku mencintaimu. Sesederhana itu."
"Aku takut kita berpisah, Vi."
"Kau menciptakan rasa takutmu sendiri."
"Aku tak ingin kita saling membenci pada akhirnya."
"Begini, bee. Kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok, lusa, dan seterusnya. Yang bisa kita lakukan hanyalah menjaga apa yang kita miliki kini. Hingga apapun yang kita lakukan adalah bentuk upaya untuk mencapai tujuan yang kita sepakati. Baik-baiklah dengan perasaanmu. Semoga kita tidak sedang berjudi saat mencoba peruntungan tentang permasalahan hati."
"Aku selalu memikirkan pertanyaan ini, setiap kali aku merasa bahagia saat bersamamu."
"Ya sudah, berhentilah memikirkan hal yang membuatmu takut. Fokus saja pada hal yang membahagiakanmu."
"Aku takut tak siap menghadapi kehilangan."
"Bee.. Kau bicara apa, sih? Bahkan saat ini kau sedang bersamaku. Menikmati waktu berdua. Bersama-sama."
"Sebab itulah aku takut. Aku bahagia bila terus bersamamu. Aku tak ingin kehilanganmu."
"Aku tak bisa menjanjikan akan selalu ada. Tapi ini yang bisa aku sampaikan, aku mencintaimu dengan sungguh. Maka aku akan selalu berupaya untuk menjaga cinta yang ada di antara kita. Mengemasnya dengan baik setiap hari, agar aku bisa mencintaimu lagi dan lagi."
"Viii."
"Ya?"
"Jangan pergi, ya."
"Hei.. Bee.. Look at me.. Aku tak pergi ke mana-mana. Aku di sini. Di sampingmu. Menjaga kamu."
"Tapi, Vi."
"Berhentilah bertapi-tapi. Jalani semuanya dengan sederhana. Enyahkan keraguanmu. Nikmati apa yang kita jalani kini. Tak perlu mempermasalahkan apa yang akan terjadi nanti. Ketakutanmu justru akan menghancurkan dirimu sendiri. Mulailah untuk mencintaiku tanpa berjika-jika. Dan aku akan selalu mencintaimu tanpa tapi. Sebab yang kita lakukan adalah di waktu sekarang. Bukan nanti."
"Entahlah, Vi. Hanya saja..."
"Shut up."

Aku meletakkan ciuman di bibir lelakiku.Membiarkan ia memejam merasakan sentuhan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Sungguh, membuatnya diam jauh lebih baik dibandingkan harus berdebat dengan perasaan. Terlebih pada sesuatu yang tak perlu ditakutkan.

KITA, dalam senja

Senja memerah di ufuk barat, garis-garis magenta terbias di antara langit jingga berpadu biru. Dan kita masih duduk di sudut itu. Menikmati setiap detik waktu dalam mengantarkan matahari membenam. Ditingkahi embus angin-angin sore yang memainkan setiap anak rambut yang tergerai jatuh menutupi dahi.
"Tahukah kau apa yang disampaikan senja, puan?" katamu memecah keheningan.
"Senja, pada langit biru ia menjingga. Menjelma kereta kuda yang menjemput mimpi pada malamnya. Keindahan sesaat, sekejapan mata. Datang sekali di antara siang dan malam. Tapi ia setia. Tak pernah lupa untuk kembali keesokan lagi, meski malam kerap melahapnya dalam hitam hari. Dan aku adalah senja itu. Pengantar rindu menuju kamu."

Aku tersenyum. Merebahkan kepala pada bahumu yang tegap. Membenahi posisi duduk untuk merekatkan dekap. Membiarkan kehangatan menyesapi kisi hati lekat-lekat.
"Rindu itu kamu, tuan. Senja yang datang setelah siang kerontang, pelepas penat selepas panas," kataku berbisik sambil mengecup pipimu.
Kau tertawa. Renyah suara yang selalu kusuka, hal yang tak pernah jenuh membuatku jatuh cinta. Mencintaimu seperti menemukan bagian diriku yang sudah lama hilang. Pencipta kebahagiaan yang tak lekang, meski jarak begitu angkuh memaksa kita berjauhan.
"Kapan kita akan berhenti saling mencintai dalam jarak berjauhan?" tanyaku lirih.
"Bersabarlah, kelak jarak akan menyerah dan mengalah. Merekatkan dekap hingga erat. Membuat perasaan menjadi utuh, seluruh," lalu kau menatap mataku dalam-dalam, menyunggingkan senyum. Kemudian pelan-pelan, bibirmu jatuh di bibirku.
Burung-burung berpulangan. Lampu-lampu dinyalakan. Malam datang lagi, dan senja perlahan beranjak pergi.

_via_

_Tentang perjalanan_




 
Teruntuk kamu yang hatinya ada dalam keadaan bahagia~
Buat kamu yang tidak lekang oleh waktu, sungguh kamu memberi pelajaran berharga buat saya. Memberikan pelajaran pendewasaan untuk saya. Terimakasih yang sangat besar dari saya :)

Saya belajar bagaimana mengontrol emosi, menguasai diri, memikirkan tindakan, bijaksana dalam mengambil keputusan... dan yang terpenting saya belajar untuk memaafkan. Terimakasih buat semua nya.


Aku sangat bertrimakasih kepadamu yang selalu mengerti dalam keadaan apapun. Sungguh, kau makhluk yang sempurrna bagiku. Dalam gelap,kau menjadi penerang. Dalam gerah, kau menjadi penyejuk. Dalam dingin, kau menjadi penghangat. Dalam diammu berdoa.
_centil canis_