"Bagaimana
jika kita tidak bisa terus bersama?"
"Tak
perlu membicarakan hal yang tak ada."
"Iya.
Tapi seandainya?"
"Jangan
terlalu banyak berandai, bee. Tak baik untuk kewarasanmu."
"Aku
serius, Vi."
"Aku
pun."
"Jika
hal itu benar terjadi, apa yang akan kau lakukan?"
"Entahlah.
Berhentilah berjika-jika. Aku mencintaimu. Sesederhana itu."
"Aku
takut kita berpisah, Vi."
"Kau
menciptakan rasa takutmu sendiri."
"Aku
tak ingin kita saling membenci pada akhirnya."
"Begini,
bee. Kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok, lusa, dan
seterusnya. Yang bisa kita lakukan hanyalah menjaga apa yang kita miliki kini.
Hingga apapun yang kita lakukan adalah bentuk upaya untuk mencapai tujuan yang
kita sepakati. Baik-baiklah dengan perasaanmu. Semoga kita tidak sedang berjudi
saat mencoba peruntungan tentang permasalahan hati."
"Aku
selalu memikirkan pertanyaan ini, setiap kali aku merasa bahagia saat
bersamamu."
"Ya
sudah, berhentilah memikirkan hal yang membuatmu takut. Fokus saja pada hal
yang membahagiakanmu."
"Aku
takut tak siap menghadapi kehilangan."
"Bee..
Kau bicara apa, sih? Bahkan saat ini kau sedang bersamaku. Menikmati waktu
berdua. Bersama-sama."
"Sebab
itulah aku takut. Aku bahagia bila terus bersamamu. Aku tak ingin
kehilanganmu."
"Aku
tak bisa menjanjikan akan selalu ada. Tapi ini yang bisa aku sampaikan, aku
mencintaimu dengan sungguh. Maka aku akan selalu berupaya untuk menjaga cinta
yang ada di antara kita. Mengemasnya dengan baik setiap hari, agar aku bisa
mencintaimu lagi dan lagi."
"Viii."
"Ya?"
"Jangan
pergi, ya."
"Hei..
Bee.. Look at me.. Aku tak pergi ke mana-mana. Aku di sini. Di sampingmu.
Menjaga kamu."
"Tapi,
Vi."
"Berhentilah
bertapi-tapi. Jalani semuanya dengan sederhana. Enyahkan keraguanmu. Nikmati
apa yang kita jalani kini. Tak perlu mempermasalahkan apa yang akan terjadi
nanti. Ketakutanmu justru akan menghancurkan dirimu sendiri. Mulailah untuk
mencintaiku tanpa berjika-jika. Dan aku akan selalu mencintaimu tanpa tapi.
Sebab yang kita lakukan adalah di waktu sekarang. Bukan nanti."
"Entahlah,
Vi. Hanya saja..."
"Shut
up."
Aku
meletakkan ciuman di bibir lelakiku.Membiarkan ia memejam merasakan sentuhan
kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Sungguh, membuatnya diam jauh
lebih baik dibandingkan harus berdebat dengan perasaan. Terlebih pada sesuatu
yang tak perlu ditakutkan.
0 komentar:
Posting Komentar