Nulis Tanpa Batas

Nulis Tanpa Batas

Perempuan ☺

Selasa, 28 Oktober 2014

Dear, perempuan.

Saya tahu betul rasanya jatuh cinta, sama baiknya seperti yang kamu tahu. Ada debar, percik bahagia, dan bunga-bunga bermekaran di dalam dada. Saya juga tahu bagaimana rasanya kecewa, saat tangis dan luka melebur jadi satu di malam-malam tak berpurnama yang terlanjur kesepian.

sebab cinta membahagiakan, maka sudah seharusnya kita mempertahankan.

Banyak laki-laki tak tahu, bahwa sesungguhnya, dengan memaafkan, perempuan sudah berjuang mengalahkan egonya sendiri.

Hem. Begini begini..

Pernah tidak mengalami pertengkaran hebat, lalu kau menangis sesenggukan, bahkan sampai ketiduran (ini teman saya, sih. Sebut saja namanya Via) atau kau jadi malas berbicara dan inginnya diam saja, malas pula mendengarkan (yang ini teman saya juga, sih. Inisialnya Ula)? Pernah? Nah, di akhir pertengkaran, bertemulah kau dengan momen “maaf-memaafkan” dengan si laki-laki yang ehem, kebetulan kali itu dia yang meminta maaf duluan (tapi memang ngarepnya kan laki-laki duluan ya yang minta maaf? Ngaku!)

Dan kau memaafkan.

Dan itu adalah satu perjuangan.

Banyak laki-laki yang kemudian bilang, “yang minta maaf aku terus, dia mah nggak pernah”. Salah satu teman laki-laki saya pernah curhat seperti itu, saya sih tertawa saja. Lah memang, kalau si laki-laki yang salah kan mereka yang harus meminta maaf, kecuali kalau memang si perempuan yang salah, baru deh boleh ngambek-ngambek kenapa si perempuan tidak meminta maaf. Ah, cukup soal minta maaf di sini. Perdebatan soal “siapa duluan yang seharusnya minta maaf” saya rasa tidak akan habis sampai apocalypse nanti.

Intinya, saat perempuan memaafkan, artinya ia (juga) telah melakukan satu perjuangan.

Dear, men. Note that.

Anyway, surat kali ini tidak saya tujukan untuk laki-laki (yang saya yakin setelah membaca tulisan saya ini akan langsung berteriak ramai “IYAAA, MEMANG PEREMPUAN SELALU BENAR! LAKI-LAKI MAH APAAA ATUH”), tapi saya tujukan untuk teman-teman perempuan.

Uhm, begini.

Sayangku, kita hidup hanya sekali, untungnya.. jatuh cinta bisa berkali-kali. Jadi mari hidup sebahagia-bahagianya. Temukan seorang laki-laki yang bisa kau jadikan teman, pelindung, saudara, dan kekasih. Temukan laki-laki yang memuliakanmu, memperjuangkanmu, dan mencintaimu sama besarnya seperti kau mencintainya.

Saya sedih.

Beberapa waktu lalu, saya temukan salah satu temannya teman saya (iya, saya nggak kenal orangnya) sedang bertengkar dengan pacarnya lewat.. twitter. *enter a dramatic gasp here*

Jadi, mari kita bergosip sebentar, duduklah manis-manis. Saya ceritakan dulu kronologinya..

Masalahnya berawal dari si laki-laki yang sebal melihat perempuannya menangis saat bertemu dengannya, padahal mereka sudah lama tak bertemu. Maksudnya, bukan menangis bahagia, tapi ia tak mengerti si perempuan menangisi apa. Maka ia kesal, kemudian ia menumpahkan perasaannya di twitter.

Sampai di sini, saya mengerti betul kekesalan si laki-laki atas kelakuan cengeng perempuannya, hingga saya tidak berminat memberi tanggapan apa-apa ketika teman saya menceritakan soal masalah mereka.

Hingga akhirnya, sampailah ke bagian “mengapa si perempuan menangis”.

Sama seperti kalian, saya juga penasaran mengapa perempuan itu menangis, bukannya malah bercanda dengan si laki-laki yang mungkin saat itu sedang rindu dan sudah membayangkan pertemuan ceria penuh tawa dengannya. Ternyata, alasan perempuan itu menangis adalah.. si laki-laki minta putus tanpa alasan yang jelas.

Maka ia menangis..

Disaksikan laki-lakinya.

Dan yang lebih mengejutkan adalah.. tweet si laki-laki yang bilang bahwa mengurusi perempuannya yang menangis tanpa sebab adalah bukan urusannya. Ia sama sekali tak merasa bertanggungjawab karena ia sudah memiliki banyak masalah dan si perempuan itu justru menambah masalahnya. Maka dengan berani ia kultwit di sana, pemirsa. Bilang bahwa memiliki kekasih cewek (ia menyebut perempuan kekanakan sebagai cewek) adalah sebuah kutukan. Ia juga menulis unek-uneknya, menyalah-nyalahi si cewek tersebut dan bilang bahwa kalau cewek bisa jadi wanita (perempuan dewasa ia sebut sebagai wanita), ia akan berhenti menyalahi. Kemudian dengan berani, ia memention perempuannya dan bilang, “daripada mengurusi ia menangis, mending saya nonton sepak bola saja”.

Lucu sekali.

Bagaimana mungkin laki-laki sekekanakan dia mengharapkan dijatuhcintai oleh perempuan dewasa?

Jika kau tanya, sayang, adakah yang lebih mengejutkan dari hal itu?

Ada.

Saat saya lihat akun si perempuan, timelinenya terlalu rapi untuk seorang perempuan yang tersakiti. Ia hanya menanyakan siapa yang kekanakan, dia atau si laki-laki tanpa berani memention akun laki-lakinya.

Ah sungguh, pertengkaran di twitter selalu menyenangkan untuk disimak, bukan?

Tapi, sayangku.. bukan itu masalahnya.

Teman saya bilang, perempuan itu begitu sabar. Tapi, sayangku.. jangan cepat-cepat percaya apa kata teman saya.

Sungguh, menjadi sabar dan tolol adalah dua hal yang berbeda.

Ini baru satu cerita yang saya tahu, di luar sana, hanya Tuhan yang tahu berapa banyak perempuan-perempuan “sabar” yang mau saja tetap menjalani hubungan meski ia begitu sakit karenanya. Atas nama apa mereka bertahan? Cinta, sayangku. CINTA.

Entah sejak kapan konsep cinta berubah menjadi begini mengerikan.

Duh, sayangku. Kita hidup hanya sekali, untungnya.. jatuh cinta bisa berkali-kali. Jadi mari hidup sebahagia-bahagianya.

Jadi, jika kau adalah salah satu dari perempuan-perempuan “sabar” yang telah saya sebutkan tadi (tentu dengan kasus yang lebih bervariasi yang mungkin tak pernah terlintas dalam kepala saya sebelumnya), maka ini yang bisa saya katakan:

Lepaskan apa yang membuatmu terluka, lalu berbahagialah.

Melangkahlah, sebab dengan atau tanpa dia, dunia akan tetap sama. Berwarna sebagaimana seharusnya.

Lekas usap air mata, sayangku, lalu bangkitlah.

Jangan menangisi keadaan tapi kau tetap menegangkan kaki di sana, tak beranjak ke mana-mana.

Tak ada yang salah dengan melepaskan sesuatu yang memang tak seharusnya kau genggam. Yakin dan percayalah bahwa Tuhan telah menyiapkan skenario lain untuk hidupmu, untuk sabarmu, untuk cintamu setelah ini.

Takut sedih?

Aduh, sayangku. Sini, biar kupeluk kau.

Dengarkan baik-baik, kesedihan akan selalu datang selama kau masih mampu merasakan kebahagiaan. Mereka adalah pasangan, saling melengkapi. Yang satu ada karena yang satu lagi tercipta. Satu paket datangnya, dan kau tak bisa menolak.

Maka jika setelah putus dengan laki-laki- yang tak pantas kau perjuangkan –mu itu lantas kau merasa berduka, sedih, dan merasa dunia ini tidak adil, merasa lagu patah hati begitu menusuk-nusuk jiwa.. kuberitahu kau bahwa itu adalah perasaan yang wajar. Sebab tak ada yang mampu menanggapi kehilangan dengan bahagia-bahagia saja. Jika setelah putus kau ingin langsung merasa bahagia, then be it!

Berbahagialah. Tulis hal-hal yang membuatmu bahagia, lalu lakukan. Tulis hal-hal yang membuatmu bersyukur karena telah lepas darinya, lalu ikhlaskan.

Jangan hanya diam termenung, menunggu ditemukan laki-laki seperti di dalam dongeng-dongeng “happily ever after” kesukaanmu itu.

This is the reality.

Tak ada satupun laki-laki yang datang padamu jika kau tak membukakan pintu dan mengurung diri dalam rumah kesedihanmu!

Mengutip Christian Simamora dalam Guilty Pleasurenya: “berhentilah mencari laki-laki untuk membuatmu bahagia. Mulailah menjadi perempuan bahagia yang dicari laki-laki”.

Cinta itu tentang saling, sayangku.

Jika kau merasa berjuang sendirian, merasa menangis sendirian, merasa sabar sendirian, maka dengan segenap amarah, biarkan saya menampar keras-keras pipimu.

Sadarlah.

Kau punya pilihan.

Benahi.

Atau tinggalkan.

0 komentar:

Posting Komentar